Disini negeri kami
Tempat padi terhampar
Samudranya kaya raya
Tanah kami subur tuan
Di negeri permai ini
Berjuta rakyat bersimbah ruah
Anak kurus tak sekolah
Pemuda desa tak kerja
Mereka dirampas haknya
Tergusur dan lapar
- Darah Juang

Assalamualaikum semua

Semoga kabar kalian baik dan dalam keadaan sehat penuh bahagia ya aamiin

Saya ingin bercerita, tapi ternyata masih dengan tema dan nuansa sama seperti tulisan sebelumnya, lingkungan, hehe maaf ya soalnya persoalannya terlalu banyak dan sayang untuk tidak ikut diaminkan orang lain

Begini, narasi yang menuturkan bahwa hasil panen petani bawang di Indramayu Jawa Barat sudah menurun dari 5 ton jadi hanya 2 sampai 3 ton. Udang petambak Pekalongan Jawa Tengah menurun jumlah produksinya dari 3 kg perharinya jadi hanya 1 sampai 1,5 kg saja. Juga cerita tentang tangkapan nelayan Takalar Sulawesi Selatan yang sudah menurun atau area tangkapannya semakin jauh dari 20 mil menjadi 40 sampai 80 mil

Atau narasi lanjutannya yaitu sesak napas dan penyakit paru-paru berat yang tiba-tiba dirasakan warga Cilegon Banten atau kematian dengan penyakit yang belum pernah dialami bahkan kakek nenek leluhur mereka sebelumnya di Siak Riau

Semua ini terjadi ketika sebuah industri akan dibangun atau ketika industri tersebut telah rampung dan  beroperasi. Tidak lama, sebulan hingga dua bulan saja dampak seperti narasi diatas akan dialami mereka, para petani, nelayan, petambak dan warga desa pinggir kota. 

Jadi kenapa, pemerintah yang telah menerima laporan, membaca berita pun menyaksikan langsung semua fakta yang tadi disebutkan diatas, tetap saja melakukan perencanaan, pengalokasian, pembangunan bahkan pemberitahuan kepada investor yang akan menanam modal di area industri tersebut?

Kenapa?

Jawaban diplomatisnya mungkin seperti ini, untuk menciptakan lapangan kerja seluas mungkin sehingga tidak ada lagi pengangguran dan kualitas hidup warga sekitar meningkat

Dengan syarat dan ketentuan berlaku bahwa walau bukan mereka yang akan rasakan dampaknya namun bisa jadi anak cucunya saja. Ya kannnn? Hahaha

Baiklah jika cipta lapangan kerja yang mereka elu-elukan. Lapangan kerja yang ada karena investor menanam modal di sebuah industri, sehingga industri tersebut terbangun dan membutuhkan manusia untuk memfungsikannya sebagaimana harusnya. Namun, fakta di lapangan para pemilik industri pemberi pekerjaan tadi tidak sedikitpun manusiawi, perihal upah dan jam kerja. Dan ini terjadi. Mereka yang berbuat curang atas hak pekerja tadi? Tidak satupun dipidana. Ingat kisah Marsinah si buruh pabrik yang dibunuh karena meminta upah sesuai aturan pemerintah yang berlaku kala itu? Apalagi dengan disahkannya UU Cipta Kerja yang isinya tidak sedikit hanya merugikan buruh

Tapi, mari coba kembali kritisi maksud pemerintah yang tetap membangun industri di tengah tanah yang subur, alih-alih di tanah tandus tidak berbunga seperti pesan Bung Karno kemarin

Skenario terburuk dibenak saya seperti ini *yang sungguh saya berharap ini tidak benar

Bahwa maksud pemerintah sebenarnya adalah ingin mengubah pola pikir atau mindset orang-orang desa atau para pekerja kasar. Mengubah mereka untuk berpikir ya sudah untuk apa jadi petani jika ujung-ujungnya tanahnya akan dirampas atau untuk apa jadi nelayan jika ujung-ujungnya laut akan dicemari. Mengubah mereka untuk berpikir sepertinya lebih banyak rugi daripada untung yang akan diterima. Rugi yang bukan hanya dari segi pendapatan yang mestinya mereka terima namun juga kesehatan yang dicerabut semena-mena dari mereka. Apalagi seburuk-buruk kerugian, harus dikriminalisasi sepihak karena mencoba membela diri dari penindas. Atau lebih jauh, mengubah mereka untuk berpikir anak-anaknya lebih baik disekolahkan saja ke kota, tidak usah bertani atau menjala ikan seperti leluhurnya karena toh masa depan mata pencaharian ini sudah suram, biarkan mereka mencari di tempat baru lalu mereka akan pulang dengan dasi dan "kesuksesan"

Hasilnya semakin banyak yang meninggalkan desa dan ladang untuk ke kota mencari peruntungan hidup katanya. Juga semakin dinormalkannya impor garam dan beras karena memang kuantitas lahan garapan semakin sempit pun kualitas garapannya tidak akan pernah baik lagi. Lebih jauh, bertambah banyaknya sindrom "alergi" desa dengan asumsi menakutkan dan terbelakang. Mereka akan lebih memilih kota, untuk menghidupi hidup dengan asumsi lebih nyaman karena jauh dari abu limpasan industri batu bara atau aman karena mata pencahariannya lebih gampang didapat dan ramah kemanusiaan

Seluruh bentuk perubahan pola pikir ini akhirnya akan berujung perubahan ciri khas Indonesia sebagai negara agraris pun poros maritim. Negara agraris dengan padi terhampar dan poros maritim tempat aneka jenis hasil laut tumpah ruah akan pudar tergantikan hilang tergerus ekspansi bangunan tinggi dengan kepulan asap tebal atau bangunan tinggi berjendala kaca dengan orang-orang berdasi didalamnya

Pada akhirnya mereka akan berkata ini demi kesejahteraan

Dan kita hanya bisa mengumpat dalam diam, tau apa kalian tentang sejahtera?

Dah ya. 

Comments

Post a Comment

Popular Posts